DILARANG MEROKOK RUANG BLOG INI BER AC

Cara Pandang dan Cara Otak Bekerja


Petunjuk "melihat" gambar :
- Kalau pandangan mata Anda mengikuti gerakan putaran bulatan warna PINK, maka hanya akan terlihat bulatan satu warna yaitu PINK.
- Tapi kalau pandangan mata Anda terpusat ke tanda "+" hitam di tengah, maka bulatan yang berputar akan berubah warnanya menjadi HIJAU.
- Kemudian jika pandangan mata Anda konsentrasi penuh ke tanda "+ " hitam di tengah-tengah gambar, maka perlahan-lahan bulatan warna PINK akan menghilang, dan hanya akan terlihat satu saja bulatan yang berputar yaitu warna HIJAU.
Sangat mengagumkan cara otak kita bekerja. Sebenarnya tidak ada bulatan warna hijau, dan bulatan warna pink juga tidak menghilang.
Rasanya cukup membuktikan bahwa kita tidak selalu melihat apa yang kita pikir, dengan kata lain kita melihat sesuatu "bukan apa adanya" tapi "sebagaimana kita melihatnya" .
Kadang kita menghadapi suatu masalah merasa "sangat sulit" atau "sangat berat" (baik di tempat kerja, di keluarga, di lingkungan masyarakat maupun masalah pribadi diri sendiri), bahkan kadang terlintas pertanyaan di benak kita, kenapa demikian berat beban masalah/cobaan yang kita terima ? (padahal kalau kita menerima anugrah/ha diah / kenikmatan yang demikian besar, kita tidak pernah mempertanyakan nya, kenapa kok saya yang menerima). Dan kadang kita lupa dengan doa : berilah beban yang aku sanggup memikul nya....

Berat/ringan, kecil/besar, masalah/bukan masalah, sedih/gembira, hukuman/pahala, derita/bahagia. ..dst.....hanyalah " cara pandang" kita terhadap sesuatu ?

Suatu peristiwa/kejadian yang sama, namun jika melihatnya dengan sudut pandang yang berbeda serta me-makna-inya dengan berbeda kemudian menyikapinya dengan cara yang berbeda pula, maka hasil-nya juga akan berbeda. Semua hanya ada di benak kita sendiri ! Karena otak kita lah yang membuatnya berbeda ! Jika suatu peristiwa yang negatif namun kalau kita memandang/memaknai nya sebagai hal yang positif dan kita menyikapi dengan cara yang positif maka hasilnya pun akan positif pula.
Dan begitu sebaliknya ....

Rokok juga Turunkan Sistem Kekebalan Gusi

Kebiasaan merokok tidak hanya menyebabkan kelainan pada janin, gangguan kehamilan, dan impotensi. Kebiasaan buruk ini ternyata juga menyebabkan sistem kekebalan tubuh khususnya gusi menjadi menurun.

Penelitian ini dilakukan Sri Lelyati Masulili, membawanya meraih gelar doktor di Fakultas Kedokteran Gigi UI, Jumat (27/7). Kasus infeksi pada jaringan gusi (Periodontitis) yang biasanya ditandai dengan gusi berdarah akibat salah cara menyikat gigi, ternyata bisa juga disebabkan dari kebiasaan merokok.

"Awal timbulnya (Periodontitis) tidak bisa dirasakan dan tiba-tiba sudah parah. Sebelum gusi berdarah, tanda awalnya banyak plak pada gigi seorang perokok," kata Lely.

Adanya plak dan gusi berdarah hanya gejala awal, selanjutnya gigi mudah digoyangkan. Kalau sudah begini berarti tulang yang menjadi pondasi gusi sudah terkena dampak serius.

Pada penelitiannya Lely mengambil sampel ratusan pasien pria yang perokok dan tidak merokok dengan usia 25 tahun-64 tahun. Sampel diambil dari FKG UI, Klinik Ladokgi, Klinik Denta Media Jakarta, dan Klinik Duta Medika Cimanggis. Jenis rokok yang diteliti filter, kretek, dan kretek filter.

Sampel usia itu diambil, dengan pemikiran sekarang semakin banyak yang merokok usia belasan tahun, sedangkan gejala ini baru bisa diketahui beberapa tahun kemudian. Sampelnya semua pria, karena perokok memang kebanyakan pria.

Cairan gusi

Sistem penelitian ini, dengan meneliti cairan pada gusi dengan melihat kadar IL-1â, dan TNF á, indikator perusak pada cairan gusi. Cairan gusi ini diteliti dan dikaitkan dengan temuan pendarahan gusi serta jenis rokok yang dikonsumsi. Hasilnya perokok kretek menempati kategori paling parah.

"Penyebabnya kandungan tembakau dan nikotin. Meski di Indonesia ada aturan standar nikotin kurang dari 1,5 mg itu tidak membuat keadaan lebih baik," ujar Lely.

Pembakaran rokok juga menyebabkan gangguan sirkulasi peredaran darah ke gusi sehingga mudah terserang penyakit. Selain itu akan timbul potensi penyakit tulang yang meluas. Penyakit-penyakit rongga mulut ini utamanya disebabkan karena asap rokok yang panas dan bersifat karsinogenik.

Di sisi lain, kalangan yang tidak merokok juga rawan penyakit jaringan gusi jika tidak menyikat gigi dengan benar. Dari hasil analisis Lely tentang cara menggosok gigi dan frekuensinya, ditemukan frekuensi Periodontitis Kronis tidak berhubungan dengen frekuensi menggosok gigi.

"Jadi tidak benar kalau semakin sering digosok semakin bersih dan tidak berpotensi kena. Yang lebih penting cara menggosok gigi harus benar," katanya.

Pengaruh Musik pada Anak

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi
perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak
yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan
emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan
musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan
nada-nada yang teratur, bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak
yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang
jarang mendengarkan musik.

Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, “Dasar-dasar musik
klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan
besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia”.

Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada
berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada
otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang
hingga 80 % dengan musik.

“Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting
yaitu beat, ritme, dan harmony”, demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam
suatu ceramah musik. “Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa,
sedangkan harmony mempengaruhi roh”. Contoh paling nyata bahwa beat sangat
mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada
penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak.
Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih
ingat dengan “head banger”, suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama
music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah.
Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang
memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng.
Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah
untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu
suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony
sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar
harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri.
Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh
manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar
harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. “Musik yang baik bagi kehidupan
manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony”, ujar Ev.
Andreas Christanday.

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik
bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama
diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras
suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan
tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan
lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi
perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu
rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker
lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.

Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di
laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat
indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan
manusia.

Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, “Jikalau Anda merasakan hari ini begitu
berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum
mendengarkan musik dan bernyanyi”.

sumber : http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg08782.html

Kecerdasan Emosi dalam Pekerjaan

Dunia kerja kelebihan orang- orang yang mempunyai kecerdasan tinggi dibandingkan orang lain tercermin dari beberapa fakta berikut ini: Pada posisi yang berhubungan dengan banyak orang, lebih sukses bekerja. Terutama karena lebih berempati, komunikatif, lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan kebutuhan orang lain ; Para salesman, penyedia jasa, atau professional lainnya yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi nyatanya lebih disukai pelanggan, rekan sekerja dan atasannya.

Para selesman lebih bisa menyeimbangkan rasio dan emosi. Tidak terlalu sensitif dan emosional, namun juga tidak dingin dan terlalu rasional. Pendapatnya mereka dianggap selalu obyektif dan penuh pertimbangan; menanggung stress yang lebih kecil karena bisa dengan leluasa mengungkapkan perasaan, bukan memendamnya. Mampu memisahkan fakta dengan opini, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh gosip, namun berani untuk marah jika merasa benar; Berbekal kemampuan komunikasi dan hubungan interpersonal yang tinggi selalu lebih mudah menyesuaikan diri karena fleksibel dan mudah beradaptasi; saat orang lain menyerah, mereka tidak putus asa dan frustrasi, justru menjaga motivasi untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan sebagai langkah awal guna meningkatkan kecerdasan emosi di tempat kerja. Dua ahli EQ (Emotional Quotient), Salovey & Mayer (1990) – pengembang konsep EQ, jauh sebelum Goleman – merangkumnya menjadi lima aspek berikut ini : a. kesadaran diri (self awareness), b. mengelola emosi (managing emotions), c. memotivasi diri sendiri (motivating oneself), d. empati (emphaty) dan e. menjaga relasi (handling relationship). Seperti halnya Peter dan Salovey, pada mulanya Daniel Goleman pun menyebut 5 dimensi guna mengembangkan kecerdasan emosi yaitu a. Penyadaran Diri, b. Mengelola Emosi, c. Motivasi Diri, d. Empati dan e. Ketrampilan Sosial. Dalam buku terbarunya yang membahas kompetensi EQ, “The emotionally Intelligent Workplace” Goleman menjelaskan bahwa perilaku EQ tidak bisa hanya dilihat dari sisi setiap kompetensi EQ melainkan harus dari satu dimensi atau setiap cluster-nya. Kemampuan penyadaran social (social awareness) misalnya tidak hanya tergantung pada kompetensi empati semata melainkan juga pada kemampuan untuk berorientasi pelayanan dan kesadaran akan organisasi. Dikatakannya pula ada kaitan antara dimensi EQ yang satu dengan lainnya. Jadi tidaklah mungkin memiliki ketrampilan sosial tanpa memiliki kesadaran diri, pengaturan diri maupun kesadaran sosial.

Rujukan buku :
Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.