DILARANG MEROKOK RUANG BLOG INI BER AC

Penyebab dan factor pencetus asma

Asma adalah penyakit yang dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul segala usia, meskipun demikian, umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah lima tahun dan orang dewasa pada usia sekitar tiga puluh tahunan.
Prof. Dr. dr Heru Sundaru, Sp.PD, KAI dari FKUI Universitas Indonesia mengatakan, “kasus asma pada anak di Indonesia lebih tinggi sedikit dibandingkan dewasa. Kemudian asma pada anak akan hilang sebagian, dan akan muncul lagi setelah dewasa karena perjalanan alamiah”.

Para ahli asma mempercayai bahwa asma merupakan penyakit keturunan dan sebagian besar orang yang menderita asma karena alergi terhadap sumber alergi tertentu (alergen). Alergen merupakan faktor yang berasal dari lingkungan.

Penyebab Penyakit Asma
Istilah penyebab asma sebenarnya kurang tepat karena sampai saat ini penyebab asma belum diketahui. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum satu pun teori atau hipotesis yanga dapat diterima atau disepakati semua para ahli.

Meskipun demikian yang jelas saluran pernapasan penderita asma memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas). Asap rokok, tekanan jiwa, alergen pada orang normal tidak menimbulkan asma tetapi pada penderita asma rangsangan tadi dapat menimbulkan serangan.

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara.

Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
• kontraksi otot polos
• peningkatan pembentukan lendir
• perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.

Faktor Pencetus Serangan Asma :
Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.

1. Faktor pada pasien:
o Aspek genetik
o Kemungkinan alergi
o Saluran napas yang memang mudah terangsang
o Jenis kelamin
o Ras/etnik
2. Faktor lingkungan:
o Bahan-bahan di dalam ruangan :
 Tungau debu rumah
 Binatang, kecoa
o Bahan-bahan di luar ruangan :
 Tepung sari bunga
 Jamur
o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan
o Obat-obatan tertentu
o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )
o Ekspresi emosi yang berlebihan
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
o Infeksi saluran napas
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu
o Perubahan cuaca

Pengobatan:
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.Mengobati disini bukan berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan gejala-gejala yang berupa sesak, batuk, atau mengi. Keadaan yang sudah bebas gejala penyakit asma ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit asma jangan datang kembali.

Obat-obatan bisa membuat penderita penyakit asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan penyakit asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan penyakit asma. Untuk mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi diperlukan obat yang menghilangkan gejala penyakit asma dengan segera. Obat tersebut terdiri atas golongan bronkodilator dan golongan kortikosteroid sistemik.Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut, sedangkan kortikosteroid adalah obat antialergi dan anti peradangan yang diberikan dengan tujuan sistemik yaitu disalurkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.

Ada sekelompok penderita yang begitu sering mendapat serangan sehingga hampir tidak pernah mengalami masa bebas gejala penyakit asma. Keadaaan ini disebut kronis yang dapat berlangsung berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Pengobatannya memerlukan jangka waktu yang lama dan penderita tiap hari harus memakai obat.

1. Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.

Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.

Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.
Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.
Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.

Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

2. Kortikosteroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
o gangguan proses penyembuhan luka
o terhambatnya pertumbuhan anak-anak
o hilangnya kalsium dari tulang
o perdarahan lambung
o katarak prematur
o peningkatan kadar gula darah
o penambahan berat badan
o kelaparan
o kelainan mental
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit asma.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.

3. Cromolin dan Nedocromil
Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

4. Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.

5. Pengubah Leukotrien
Merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.
Pengobatan Untuk Serangan Penyakit Asma Akut

Suatu serangan penyakit asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati penyakit asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda. Agonis reseptor beta-2 adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.

Pengobatan penyakit asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinefrin atau terbutalin di bawah kulit dan aminofilin (sejenis teofilin) melalui infus intravena. Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan kortikosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah). Pada serangan penyakit asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik.

Selama suatu serangan penyakit asma yang berat, dilakukan :
• pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
• pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter)
• pemeriksaan rontgen dada

Pengobatan Penyakit Asma Jangka Panjang
Salah satu pengobatan penyakit asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-2 adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.

Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler kortikosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan teofilin per-oral.

Sumber : medicastore.com

0 komentar:

Posting Komentar